


Medan | SuaraPrananta.com – Dunia pendidikan kembali diguncang isu tak sedap. Kali ini, dugaan praktik korupsi menyelimuti pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Tahap I Tahun Anggaran 2023 dan 2024 di SMP Negeri 27 Medan. Sorotan tajam datang dari Lembaga Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat (AMPR) yang diketuai oleh Anhar, yang secara resmi menyampaikan keprihatinannya dalam pernyataan pers, Minggu (22/06/2025).
Dalam keterangannya, Anhar menyebut bahwa dugaan penyimpangan tersebut bukanlah isu yang dibuat-buat, melainkan berdasarkan data serta informasi yang dihimpun dari sumber internal dan laporan masyarakat. Indikasi penyimpangan disebut terjadi secara sistematis dan menyentuh berbagai pos penting dalam pengelolaan dana BOS.
Masih menurut Anhar, pada tahun anggaran 2023, dana BOS tahap pertama yang diterima SMP Negeri 27 Medan sebesar Rp 493.360.000, yang dicairkan pada 17 April 2023, menunjukkan sejumlah alokasi anggaran yang patut dicurigai. Beberapa kegiatan seperti pengembangan perpustakaan, pembelajaran dan ekstrakurikuler, administrasi kegiatan sekolah, hingga pemeliharaan sarana dan prasarana, diduga fiktif atau tidak terealisasi sesuai dengan laporan penggunaan dana.
Memasuki tahun anggaran 2024, dana BOS tahap pertama yang diterima sekolah tersebut meningkat menjadi Rp 505.120.000, dengan pencairan pada 18 Januari 2024. Namun, praktik yang sama kembali terulang. Kegiatan yang dilaporkan dalam penggunaan dana seperti layanan Pokja Baca, pelaksanaan pembelajaran dan bermain, administrasi kegiatan satuan pendidikan, serta pemeliharaan sarana sekolah, lagi-lagi ditengarai tidak sesuai fakta di lapangan.
“Dugaan kami cukup kuat, bahkan ada item-item dalam laporan yang tidak pernah dilaksanakan sama sekali di lingkungan sekolah. Ini jelas bukan sekadar kelalaian administratif—ini indikasi korupsi!” tegas Anhar.
Mengacu pada Permendikbud No. 63 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS, setiap satuan pendidikan wajib menjalankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan melibatkan komite sekolah dalam setiap tahap perencanaan dan pelaksanaan. Sayangnya, AMPR menilai, hal-hal prinsipil ini diabaikan begitu saja oleh pihak sekolah.
Fakta di lapangan, menurut investigasi AMPR, menunjukkan minimnya pelibatan komite sekolah maupun publik dalam proses perencanaan dan pelaporan anggaran. Bahkan sejumlah fasilitas seperti perpustakaan dan sarana lain yang disebut dalam laporan tidak tampak mengalami pembaruan atau pengembangan apapun.
“Ini bukan uang pribadi—ini uang negara, uang rakyat! Dana BOS itu diperuntukkan bagi anak-anak bangsa agar mereka mendapat layanan pendidikan yang layak, bukan untuk memperkaya segelintir oknum,” seru Anhar, mengecam keras dugaan penyimpangan yang terjadi.
Melihat bobot permasalahan ini, AMPR mendesak Inspektorat Kota Medan dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara segera melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap penggunaan dana BOS di SMP Negeri 27 Medan. Mereka juga meminta Dinas Pendidikan Kota Medan tidak tinggal diam dan segera menggelar audit investigatif secara terbuka dan objektif.
“Kalau semua tutup mata, maka akan ada generasi yang kehilangan masa depan. Ini bukan sekadar soal anggaran yang bocor, ini soal keadilan dan integritas dunia pendidikan kita,” pungkas Anhar.
Hingga berita ini ditayangkan, pihak Kepala Sekolah SMP Negeri 27 Medan belum memberikan klarifikasi atau tanggapan resmi atas tudingan yang dilayangkan. Sementara itu, masyarakat dan orang tua siswa berharap aparat penegak hukum bertindak cepat agar dunia pendidikan kembali bersih dan bermartabat.
(Tim)