Penrad Siagian Soroti Ketimpangan Pusat dan Daerah dalam Sidang DPD RI

0
14

Jakarta | SuaraPrananta.com – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dari Sub Wilayah Barat I, Pdt. Penrad Siagian, menyampaikan laporan hasil reses masa sidang V tahun 2024–2025 dalam rapat paripurna DPD RI di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, dua puluh empat Juni.

Dalam laporannya, Penrad menyoroti berbagai persoalan yang menjadi keluhan masyarakat di wilayah pemilihannya, khususnya terkait tugas-tugas Komite I, Komite III, serta Badan Urusan Legislasi Daerah.

Sub Wilayah Barat I DPD RI mencakup sejumlah provinsi di Sumatra bagian barat seperti Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Riau, dan Sumatra Selatan.

“Izinkan saya menyampaikan catatan dan suara dari daerah-daerah yang telah kami kunjungi. Laporan lengkap telah kami serahkan kepada Pimpinan Sidang,” ujar Penrad.

Ia menekankan masih lemahnya pelaksanaan otonomi daerah dan menyebut terjadinya ketimpangan antara kebijakan pusat dan kebutuhan daerah. Beberapa hal yang disorot antara lain sentralisasi perizinan dalam UU Cipta Kerja, tumpang tindih kewenangan provinsi dan kabupaten, serta lambannya respons terhadap aspirasi pemekaran wilayah.

“Usulan daerah otonomi baru sudah masuk Prolegnas, tetapi belum ada tindak lanjut dari pemerintah pusat. Ketimpangan kewenangan juga memicu kebingungan, terutama di bidang pendidikan menengah, kehutanan, dan infrastruktur,” tegasnya.

Penrad juga mendorong agar Dana Bagi Hasil sektor perkebunan, khususnya untuk Sumatra Utara, segera menjadi prioritas nasional agar hasil perkebunan turut dirasakan masyarakat daerah.

Di bidang pelayanan publik, Penrad mencatat bahwa Mall Pelayanan Publik di sejumlah daerah belum optimal karena banyak instansi tidak hadir, prosedur belum seragam, dan sistem digital belum terintegrasi. Selain itu, sistem ASN yang sentralistik dianggap menghambat fleksibilitas daerah.

Ia mengkritisi Permen PAN RB Nomor enam tahun dua ribu dua puluh empat karena dianggap bertentangan dengan peraturan pemerintah sebelumnya, serta menyoroti distribusi ASN yang timpang, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan di daerah terpencil.

Dalam urusan kesehatan, Penrad menyebut meningkatnya konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan di kalangan remaja sebagai ancaman serius yang belum diimbangi dengan regulasi ketat. Edukasi kesehatan belum maksimal, banyak sekolah tidak memiliki sarana seperti ruang UKS, air minum, maupun materi edukasi kesehatan.

Penanganan penyakit seperti TBC dan DBD juga dinilai belum efektif karena keterbatasan alat, deteksi yang lambat, dan lemahnya literasi kesehatan masyarakat.

Terkait pendidikan, Penrad menyoroti kebijakan penerimaan siswa yang masih menyisakan persoalan bagi sekolah di daerah tertinggal. Sekolah di wilayah terpencil masih mengalami keterbatasan listrik dan internet, sehingga pendaftaran dilakukan secara manual.

Penrad juga mengangkat isu ketahanan pangan yang dinilainya belum menjadi kebijakan yang utuh. Ia menyinggung soal tingginya harga komoditas akibat cuaca dan mahalnya logistik, rusaknya irigasi di Sumatra Utara, serta minimnya regulasi lokal terkait makanan bergizi.

Ia kemudian menyampaikan tujuh rekomendasi kepada pemerintah pusat yang berisi desakan sinkronisasi regulasi, evaluasi dana bagi hasil, reformasi sistem ASN dan PPPK, penghapusan Permen PAN RB, serta penguatan layanan publik digital, regulasi kesehatan remaja, dan pembaruan sistem pendidikan nasional.

Menutup pidatonya, Penrad menegaskan bahwa DPD RI bukan sekadar simbol formal, tetapi pelindung kepentingan daerah dalam tubuh negara.

“Perjuangan kita bukan sekadar rutinitas sidang dan kunjungan, melainkan upaya memulihkan keseimbangan pusat dan daerah. Agar semua warga, baik di kota maupun di desa, mendapat layanan yang setara,” pungkasnya.

(Mabhirink Gaul)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini