

Medan | SuaraPrananta.com — Ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel terus memanas. Serangan balasan yang terjadi sejak April 2024 hingga puncaknya pada 13 Juni 2025, memicu kekhawatiran global. Rudal, drone, dan dentuman ledakan kini menjadi suara harian di zona konflik, merenggut ribuan nyawa dan menghancurkan berbagai infrastruktur sipil.

Namun di tengah gelombang narasi yang menyebut konflik ini sebagai “perang agama”, tiga tokoh agama dari Sumatera Utara angkat bicara — menolak klaim tersebut dan menegaskan: ini murni konflik politik dan kekuasaan!
🔎 Perspektif Akademik: Bukan Soal Agama
Prof. Dr. Ansari Yamamah, pengamat sosiologi dari UIN Sumatera Utara, menyatakan secara tegas bahwa bentrokan antara Iran dan Israel bukan dilatari pertentangan agama, melainkan agenda politik, perebutan pengaruh kawasan, dan unjuk kekuatan militer.
“Ini soal geopolitik dan kekuasaan. Bukan ajaran agama yang sedang bertarung, tapi kepentingan negara dan kekuatan militer.”
📢 Seruan Ormas Islam: Jangan Terprovokasi!
Ustaz Masdar Tambusai, S.Ag, Ketua GEMA MASJID SUMUT, mengingatkan bahwa konflik ini mengancam stabilitas internasional dan bisa mengubah peta kekuatan dunia. Ia juga menegaskan bahwa umat Islam tidak boleh termakan provokasi.
“Ini bukan perang antar agama. Jangan mau dibenturkan. Ini kepentingan politik yang dibungkus narasi ideologis.”
🚨 Peringatan dari PISN Sumut: Isu Agama Bisa Pecah Belah Bangsa!
Amrin Nasution alias Ucok, Ketua PISN DPW Sumut, memperingatkan masyarakat Sumut agar tidak terseret opini menyesatkan. Ia menilai framing konflik sebagai perang agama adalah upaya adu domba yang bisa membahayakan persatuan nasional.
“Masyarakat harus cerdas. Jangan sampai isu ini memecah belah kita di dalam negeri. Iran dan Israel sedang berperang karena politik, bukan karena kitab suci.”
Konflik ini bukan hanya soal dua negara, tapi pertarungan ideologi, sejarah, dan dominasi geopolitik global. Dukungan dari negara-negara besar di dua blok yang saling berseberangan menjadikan konflik Iran–Israel sebagai bom waktu yang bisa menyeret dunia dalam krisis lebih luas.
📌 Pesan moralnya jelas: masyarakat Sumut dan Indonesia pada umumnya harus tetap tenang, cerdas memilah informasi, dan tidak mudah termakan provokasi. Persatuan bangsa jauh lebih penting daripada opini global yang membingungkan!
(Tim)