


Medan | SuaraPrananta.com – Dugaan praktik suap dan gratifikasi kembali mengguncang lingkungan Sekretariat DPRD Kota Medan. Aliansi Jurnalis Hukum (AJH) menyoroti pengelolaan anggaran barang dan jasa untuk Tahun Anggaran 2023 dan 2024 yang dinilai sarat penyimpangan serta minim transparansi.

Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat AJH, Anjas Milan, S.T.; S.H.; M.Si., menilai lemahnya fungsi pengawasan, baik internal maupun eksternal, telah membuka ruang praktik korupsi yang merugikan keuangan negara.
“Dalam negara demokrasi, informasi adalah hak publik, bukan barang mewah. Sikap tertutup Sekretariat DPRD Kota Medan mencederai semangat keterbukaan dan prinsip good governance,” ujar Anjas kepada wartawan, Selasa (20/5/2025).
AJH mencatat sejumlah belanja yang dinilai tidak wajar, antara lain pengadaan kliping media, advertorial, pengadaan laptop, matras karate, pemeliharaan alat fitness, serta sewa meubel dan bunga hidup dengan nilai yang dianggap tidak sepadan dengan urgensi kebutuhan publik.
Tahun Anggaran 2023:
Kliping berita media online, Rp 807.300.000;
Advertorial media, Rp 960.000.000;
Laptop 11 unit, Rp 356.895.000;
Matras karate (1 set), Rp 40.000.000;
Pemeliharaan alat fitness, Rp 100.000.000;
Penataan kamar mandi gedung DPRD, Rp 200.000.000;
Penataan rooftop, Rp 2.000.000.000.
Tahun Anggaran 2024:
Advertorial media online, Rp 870.000.000;
Advertorial media cetak, Rp 1.275.000.000;
Jasa kliping media harian, Rp 192.000.000;
Langganan majalah, Rp 222.000.000;
Langganan surat kabar mingguan, Rp 130.000.000;
Berlangganan surat kabar harian, Rp 675.300.000;
Kliping media lainnya, Rp 126.000.000 dan Rp 612.300.000;
Pemberitaan surat kabar, Rp 600.000.000;
Tong sampah (30 buah), Rp 48.000.000;
Matras karate (2 set), Rp 40.000.000;
Pemeliharaan alat fitness, Rp 100.000.000;
Belanja sewa meubel, Rp 874.000.000;
Rehabilitasi meubelair, Rp 200.000.000;
Sewa meja, Rp 338.400.000;
Sewa kursi dan cover, Rp 4.363.968.000;
Sewa bunga hidup, Rp 175.020.000.
“Bagaimana mungkin tong sampah, matras karate, hingga sewa bunga hidup menjadi prioritas belanja publik? Ini patut dipertanyakan,” kata Anjas, dengan nada kritis.
Anjas juga mempertanyakan diamnya Inspektorat Kota Medan dan minimnya peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ia menegaskan, potensi kerugian negara akibat pengadaan tersebut tidak bisa diabaikan.
“Kegagalan pengawasan bukan sekadar kesalahan teknis, tapi harus menjadi pintu masuk bagi penegakan hukum yang serius oleh Kejaksaan Tinggi maupun Polda Sumatera Utara,” tegasnya.
Upaya konfirmasi kepada Sekretaris DPRD Kota Medan, Ali Sipahutar, melalui WhatsApp pada nomor 0812-6479-XXXX, terlihat telah dibaca (centang dua), namun tidak ditanggapi. Bahkan setelah konfirmasi ulang keesokan harinya, pesan tetap tidak mendapat balasan hingga berita ini diterbitkan.
AJH mendesak aparat penegak hukum segera bertindak dan menelusuri aliran dana dari pos-pos belanja mencurigakan tersebut.
“Negara tidak boleh tunduk pada kepentingan elite. Rakyat berhak tahu ke mana larinya setiap rupiah dari anggaran publik. Ini soal akuntabilitas, ini soal masa depan,” pungkas Anjas.
Dodi Geber