Diseret Satpol PP, Tunanetra di Siantar Menangis di Hadapan Senator: “Kami Bukan Sampah, Kami Ingin Dihargai”

0
49

Pematangsiantar | SuaraPrananta.com — Perlakuan kasar terhadap dua penyandang disabilitas tunanetra di Kota Pematangsiantar menuai kecaman keras dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Anggota DPD RI Komite I, Pdt. Penrad Siagian, yang langsung menemui korban dan menyuarakan perlawanan atas praktik represif aparat Satpol PP dan Dinas Sosial.

Pertemuan berlangsung pada Sabtu sore, 14 Juni 2025, di salah satu kafe di Pematangsiantar, dihadiri Forum Disabilitas Sumut dan dua korban yakni Heri dan Lastiur, yang menjadi saksi hidup atas bagaimana aparat justru menjadi ancaman bagi kelompok rentan.

Tunanetra Dihina Martabatnya di Tengah Jalan, Video Viral Gegerkan Publik

Peristiwa memilukan ini terjadi pada Jumat, 13 Juni 2025. Heri, seorang tunanetra yang tengah mengamen di Jalan Sutomo, depan Toko Roti Ganda, diseret paksa oleh petugas Satpol PP. Dalam video yang viral di media sosial, terlihat tubuh Heri ditarik dengan kasar tanpa mempertimbangkan kondisinya sebagai penyandang disabilitas.

Alih-alih dilindungi, Heri malah diperlakukan seperti pelanggar hukum berat.

“Kami diseret seperti sampah. Padahal kami cuma ingin cari makan. Kalau tidak boleh, cukup bilang. Jangan hina kami seperti itu,” ujar Heri dengan suara bergetar.

Senator Penrad Siagian: Ini Penghinaan Terhadap Konstitusi!

Menyikapi peristiwa itu, Senator Penrad Siagian menyampaikan kecaman terbuka kepada Pemko Siantar, khususnya Satpol PP dan Dinas Sosial.

“Apa yang dilakukan aparat itu bukan sekadar kesalahan prosedur. Ini penghinaan terhadap konstitusi, terhadap nilai kemanusiaan,” ujar Penrad tegas.

Ia menegaskan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas secara jelas menjamin hak-hak kaum disabilitas, termasuk hak untuk hidup layak, bekerja, dan diperlakukan secara manusiawi.

“Saya sudah bicara langsung ke Wali Kota. Kepala Satpol PP dan Kepala Dinas Sosial sudah saya minta untuk dipanggil. Tidak boleh ada pembiaran,” tegasnya.

Korban Minta Oknum Ditindak Tegas: “Kalau Perlu, Copot!”

Dalam pertemuan itu, Heri mengungkapkan rasa trauma mendalam yang ia alami, bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara batin.

“Kami ini manusia, bukan makhluk hina. Kami ingin dihormati. Kalau bisa, oknum yang menyeret saya itu ditindak. Jangan cuma minta maaf di belakang meja,” katanya.

Lastiur, penyandang disabilitas lainnya yang juga menjadi korban pengamanan, menyampaikan harapan serupa agar negara lebih bijak dan beradab dalam memperlakukan warga disabilitas.

“Kalau memang kami tidak diperbolehkan mengamen, bilang baik-baik. Jangan langsung panggil aparat dan seret kami seperti penjahat,” ucapnya lirih.

Penrad: “Kami Tidak Minta Dikasihani, Kami Ingin Ruang Hidup yang Layak”

Senator asal Sumut ini menutup pertemuan dengan sebuah seruan yang menggugah.

“Kawan-kawan disabilitas tidak butuh belas kasihan. Mereka hanya ingin hak yang sama, ruang yang aman untuk mencari nafkah, dan perlakuan yang adil sebagai warga negara.”

Ia menambahkan bahwa perlakuan aparat terhadap Heri dan Lastiur menjadi cermin masih jauhnya praktik pemerintahan yang inklusif dan manusiawi di tingkat daerah.

“Ini ujian bagi kita semua. Apakah kita masih punya nurani dalam memperlakukan sesama manusia? Bangunlah Indonesia yang beradab, yang mengangkat derajat yang kecil, bukan menginjak-injaknya,” pungkasnya.

Laporan: Mabhirink Gaul
Editor: Dodi Rikardo Sembiring

Catatan Redaksi: SuaraPrananta.com mendukung upaya perlindungan terhadap kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas. Kami membuka ruang untuk seluruh pihak memberi tanggapan, klarifikasi, dan komitmen pembenahan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini