


Medan | SuaraPrananta.com — Sumatera Utara berada di persimpangan genting antara kelestarian dan kehancuran. Di balik lanskap hijau yang meneduhkan, tersembunyi ancaman ekologis akibat praktik bisnis korporasi yang mengabaikan keberlanjutan.
Data terbaru dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa dari 250 perusahaan yang diawasi, 41 masuk kategori merah dan beberapa lainnya ditetapkan dalam kategori hitam—status terburuk bagi pelaku pencemaran lingkungan yang disengaja.
“Kategori hitam adalah mereka yang dengan sadar mencemari. Itu tidak bisa ditoleransi,” tegas Yuliani Siregar, Kepala Dinas LHK Sumut, dalam seremoni PROPER yang digelar Kamis, 22 Mei 2025.
Meskipun ada tiga perusahaan yang dianugerahi PROPER emas atas komitmen terhadap kelestarian lingkungan, sorotan publik justru tertuju pada sisi gelap: perusahaan-perusahaan yang terus meracuni tanah, air, dan udara Sumatera Utara.
Kehancuran yang Diciptakan, Bukan Kebetulan
Yuliani menegaskan bahwa pelaku kategori hitam bukan hanya lalai, melainkan sengaja menjalankan aktivitas pencemaran demi keuntungan. Sungai dijadikan saluran limbah, udara disesaki polusi, dan tanah dikutuk menjadi tandus. Dampaknya nyata: anak-anak tumbuh dalam paparan racun, petani kehilangan lahan produktif, dan masyarakat menderita.
Di bawah kepemimpinan Gubernur Muhammad Bobby Afif Nasution, Dinas LHK Sumut mengusung pendekatan kolaboratif yang tegas namun berpihak pada keberlanjutan. Yuliani menjadi ujung tombak kebijakan ini, menunjukkan bahwa birokrasi bisa berdiri tegak menghadapi kekuatan modal yang merusak.
Tegas, Tak Kenal Ampun
Komitmen pemerintah provinsi tidak berhenti pada penilaian. Penindakan hukum dan pencabutan izin akan diberlakukan bagi perusahaan yang terbukti mencemari secara sadar dan berulang.
“Ini bukan sekadar angka laporan. Ini soal generasi masa depan, soal apakah kita akan mewariskan bumi yang bisa ditinggali atau sekadar puing-puing,” ujarnya.
Panggilan Terakhir untuk Sumatera Utara
Evaluasi PROPER ini bukan rutinitas birokratis. Ini peringatan terakhir bagi siapa pun yang masih menutup mata terhadap kerusakan lingkungan. Sumut masih punya waktu untuk selamat. Tapi waktunya tak banyak. Jika tindakan tak segera diambil, yang akan tersisa hanyalah jejak hitam sebagai bukti kegagalan kita memilih untuk peduli.
(Ilham Geber)