

Perbaungan I SuaraPrananta.com-Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, kembali menuai sorotan, Diduga disetting untuk memenangkan salah satu perusahaan.
Lelang yang dilakukan Pokja BLP Provinsi Sumatera Utara pada 8 Agustus 2025 itu bernilai Rp11.845.269.000.
Proyek ini memiliki kode IPLT 10069793000, dan menjadi salah satu kegiatan strategis Pemprov Sumut dalam pembangunan infrastruktur.
Namun, hasilnya dikritisi oleh Ketua Lembaga Pemantau Pembangunan dan Aset Republik Indonesia (LPPAS RI), Jauli Manalu.
Jauli menyebut kemenangan perusahaan dengan penawaran lebih tinggi memang tidak otomatis melanggar hukum.
Tetapi, dalam praktik konstruksi, pola seperti itu kerap dijadikan indikator awal adanya dugaan persekongkolan.
Apalagi, jika jumlah kompetitor yang ikut lelang tidak seimbang, atau hanya ada peserta yang sekadar menjadi “penggembira”.
Dalam kasus ini, menurut Jauli, ada 11 perusahaan yang ikut serta. Namun, hanya CV. BCM (penawaran: Rp. 11.014 .576.144.70 yang diundang, meskipun ada 10 perusahaan lain yang menawarkan harga jauh lebih rendah dengan kualitas serupa bahkan kualitas lebih karena memiliki peralatan sendiri.
“Kalau dilihat di LPSE, tidak ada yang salah dari para penawar. Kalau ada berkas administrasi kurang, kan bisa diperjelas lewat pembuktian. Bukan berarti harus langsung dieliminasi,” ujar Jauli, Sabtu (23/8/2025).
Ia menilai “POKJA” terlalu fokus pada satu perusahaan saja, sehingga menimbulkan dugaan adanya keterlibatan oknum di Pokja untuk memenangkan CV. BCM.
Menurut Jauli, seharusnya semua perusahaan yang memenuhi syarat diundang terutama perusahaan yang evaluasi hanya kurang adminiatrasi, agar persaingan berjalan sehat.
“Keterlibatan Pokja perlu ditelisik lebih jauh. Kalau independensi tidak dijaga, pintu persekongkolan terbuka lebar, terutama semangat program efiensi keuangan negara oleh presiden prabowo” katanya.
“Kalau begini, publik dirugikan dua kali. Persaingan sehat mati, kualitas pekerjaan pun bisa menurun, potensi kerugian negara terbuka lebar” tambahnya.
Jauli menegaskan, praktik semacam ini berpotensi
melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, khususnya Pasal 22 tentang larangan persekongkolan dalam tender.
Selain itu, ia menyoroti aturan Presiden. Perpres Nomor 46 Tahun 2025 yang menjadi perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 dan Perpres Nomor 12 Tahun 2021, secara tegas mengatur prinsip efisiensi, efektifitas, transparansi, persaingan sehat, dan akuntabilitas dalam pengadaan barang/jasa.
“Kalau Pokja tidak patuh pada prinsip itu, jelas sudah melanggar ketentuan,” tegas Jauli.
Ia pun meminta aparat penegak hukum dan Inspektorat untuk memeriksa seluruh dokumen tender, termasuk komunikasi internal Pokja.
“Tanpa pengawasan, proyek APBD bisa berubah jadi pesta kelompok tertentu. Rakyat hanya jadi penonton, tapi tetap bayar pajak,” pungkasnya. (Tim)