


Jakarta | SuaraPrananta.com — Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan bahwa lahan bersertifikat namun tidak dimanfaatkan selama dua tahun berturut-turut akan diambil alih oleh negara. Kebijakan ini diterapkan terhadap tanah yang hanya dibiarkan tanpa aktivitas ekonomi atau pembangunan apa pun.
“Jangan kira sertifikat tanah itu jaminan mutlak. Jika lahannya dibiarkan terlantar tanpa manfaat ekonomi atau pembangunan, negara berhak mengambil alih,” ujar Nusron Wahid dalam Rapat Kerja Nasional Ikatan Keluarga Alumni Pendidikan Kader Intelektual Mahasiswa Muslim Indonesia di Jakarta.
Langkah ini, menurut Nusron, merupakan bagian dari strategi memberantas lahan terlantar, memperbaiki ketimpangan penguasaan tanah, dan mendorong pemerataan ekonomi, termasuk bagi pondok pesantren. Nusron menegaskan, kebijakan tersebut tidak hanya berlaku untuk masyarakat umum, tetapi juga pemegang Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai.
“Semua hak atas tanah, tanpa pengecualian, akan diberlakukan aturan ini,” tambah Nusron.
Proses penetapan lahan terlantar disebut memakan waktu total hampir empat tahun, yakni dua tahun pertama masa pemantauan, lalu dilanjutkan 587 hari hingga resmi ditetapkan sebagai tanah terlantar.
Pemerintah saat ini juga tengah memetakan lahan lain yang belum bersertifikat, termasuk potensi 14,4 juta hektare tanah negara dan lahan HGU/HGB yang masa izinnya telah berakhir. Nusron mengungkapkan, sekitar tiga juta hektare lahan bekas HGU dan HGB yang tidak diperpanjang akan segera dimanfaatkan negara melalui program Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (IP4T).
Nusron Wahid menegaskan, kebijakan pengambilalihan lahan ini bukan semata soal administrasi, melainkan demi keadilan, pemerataan, dan kesinambungan ekonomi rakyat.
(Binsar,S.Sos)