

Kampar | SuaraPrananta.com — Di tengah gemuruh zaman digital, sebuah pentas budaya menggugah hati hadir di Tapung, Kabupaten Kampar. Sabtu (19/7/2025), Opera Batak “Dalihan Natolu” yang dibawakan Sanggar Seni Budaya Sianjur Mulamula dari Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, tampil memukau dan menghidupkan kembali kerinduan akan akar budaya Batak yang agung.
Bertempat di Jl. Lintas Simpang Gelombang – Kota Batak KM 31, Desa Indrasakti, pertunjukan yang berlangsung dari pukul 16.00 hingga 23.00 WIB ini menarik ratusan penonton dari berbagai kalangan — orang tua, pemuda, hingga anak-anak. Mereka larut dalam kisah yang mengalir lewat narasi dan tarian tradisional, menyiratkan makna mendalam dari falsafah hidup Batak: Dalihan Natolu.
Januari Simbolon, penanggung jawab acara, tak kuasa menyembunyikan rasa haru dan syukur atas suksesnya pentas tersebut.
“Saya sangat berterima kasih kepada Sanggar Seni Sianjur Mulamula yang telah mempersembahkan pertunjukan begitu menyentuh. Ini bukan hanya hiburan, tetapi kebangkitan ingatan dan cinta akan budaya Batak,” ujarnya penuh emosi.
Lelaki yang telah menetap di Kampar sejak 1986 itu mengaku, ini kali pertama ia dapat menyaksikan langsung Opera Batak di tanah perantauan.
“Rasa penasaran saya akhirnya terobati. Bahkan saya yakin banyak dari kita, generasi yang lebih tua, merasakan kerinduan yang sama. Yang lebih menggembirakan, anak-anak muda juga hadir dan tertarik — itu pertanda baik bagi masa depan budaya kita,” sambungnya.
Meski berjalan sukses, Januari dengan rendah hati menyampaikan permohonan maaf atas segala keterbatasan.
“Kami tidak menyangka jumlah penonton akan sebanyak ini. Makanan dan minuman memang terbatas, begitu pula undangan yang belum bisa kami sebarkan merata. Mohon maaf atas segala kekurangan. Semoga ke depan lebih baik lagi,” ucapnya tulus.
Ia juga menyampaikan apresiasi mendalam kepada para sponsor dan pendukung acara, seperti TJ Group, RAM ASS, Amora Logistik, Silau Raja Musik, Pesona Studio, serta seluruh tamu dan warga yang hadir dengan semangat.
Salah satu kesan paling menyentuh datang dari Desi Siringoringo, perwakilan generasi muda yang baru pertama kali menyaksikan Opera Batak.
“Saya sempat bertanya ke ibu, apa itu Opera Batak? Ibu hanya berkata: Nak, datanglah, itu bagian dari jati dirimu. Dan benar, saya sangat tersentuh. Ini pengalaman yang membuka wawasan dan hati saya tentang betapa kayanya budaya Batak,” ujarnya.
Pertunjukan “Dalihan Natolu” bukan sekadar tontonan. Ia hadir sebagai pengingat identitas, pemersatu lintas generasi, dan simbol bahwa budaya tidak pernah mati — hanya menunggu untuk dibangkitkan kembali di hati orang-orang yang mencintainya.
(Dodi Rikardo | GeberNews.com)