


Indragiri Hulu | SuaraPrananta.com – Kematian tragis KB (8), siswa kelas dua SD di Desa Buluh Rampai, Kecamatan Seberida, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, menyulut keprihatinan publik. Dugaan bahwa korban meninggal akibat kekerasan di sekolah yang bermuatan perundungan SARA, menjadi sorotan serius Anggota DPD RI asal Sumatera Utara, Pdt. Penrad Siagian.
Pada Senin, 2 Juli 2025, Penrad menghubungi langsung ayah korban, Gimson Beni Butarbutar (38), untuk menyampaikan duka dan empatinya. Tak berhenti di situ, ia juga menelepon Wakapolda Riau Brigjen Jossy Kusumo serta Kapolres Inhu AKBP Fahrian Siregar guna menanyakan perkembangan kasus dan mendesak pengusutan menyeluruh.
“Saya ingin kasus ini dikawal secara hukum hingga tuntas. Jika benar ada unsur SARA, ini bahaya besar bagi masa depan pendidikan kita. Jangan biarkan kekerasan tumbuh di sekolah,” tegas Penrad.
Penrad menilai pihak sekolah lalai dalam menjalankan tanggung jawabnya. Ia menyebut sekolah telah gagal menciptakan ruang aman yang mendidik anak-anak untuk hidup dalam keberagaman.
“Ini bukan sekadar kekerasan fisik, tapi juga kegagalan mendidik. Sekolah harus bertanggung jawab karena tidak menyampaikan nilai-nilai toleransi dengan baik,” ujarnya.
Gimson pun menyampaikan harapannya agar pihak sekolah dan pelaku segera ditindak tegas. “Anak-anak yang melakukan itu harus dihukum berat. Guru wali dan kepala sekolahnya juga harus dicopot. Kami hanya ingin keadilan,” tegasnya.
Sementara itu, Wakapolda Riau Brigjen Jossy Kusumo menyebut proses penyidikan masih berjalan. Hasil autopsi dijadwalkan keluar pada Selasa, 3 Juli 2025.
“Kami sudah turun, Kapolres juga sudah mengunjungi keluarga korban. Kita tunggu hasil autopsi untuk langkah selanjutnya,” ucap Jossy.
Penrad juga menyoroti lemahnya pendidikan karakter dalam sistem pembelajaran saat ini. Ia akan mendorong Kementerian Pendidikan mengevaluasi kurikulum dan menarik materi ajar yang dinilai menormalisasi intoleransi.
“Banyak materi di buku pelajaran yang justru menanamkan kekerasan berbasis perbedaan identitas. Ini harus dihapus. Dunia pendidikan harus bebas dari kekerasan dalam bentuk apa pun,” katanya.
Penrad menegaskan komitmennya mengawal kasus KB hingga tuntas. Ia berharap tragedi ini menjadi momentum pembenahan serius dunia pendidikan.
“Sekolah harus jadi tempat tumbuhnya cinta kasih, bukan tempat munculnya kekerasan. Negara harus hadir. Saya akan terus mengawal agar keadilan benar-benar dirasakan keluarga korban,” pungkasnya.
(Mabhirink Gaul)