


Deli Serdang | SuaraPrananta.com – Dugaan praktik mafia tanah kembali mencuat di Kabupaten Deli Serdang. Kali ini, sorotan publik mengarah pada PT Nusa Dua Propertindo (NDP), sebuah perusahaan yang ditengarai merampas hak petani secara sistematis.

Fakta-fakta mengejutkan terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi I DPRD Deli Serdang pada Selasa, 3 Juni 2025. RDP ini menghadirkan sejumlah pihak yang terafiliasi dengan NDP, termasuk seorang bernama Sastra, S.H., M.Kn., yang disebut sebagai penanggung jawab operasional di lapangan. Alih-alih memberikan kejelasan, kehadiran Sastra justru mempertegas dugaan pelanggaran berat yang merugikan warga.

Dalam penelusuran DPRD, terkuak sederet tindakan yang diduga melanggar hukum dan mencederai rasa keadilan masyarakat: intimidasi fisik dan psikis terhadap petani serta keluarga mereka, penggusuran paksa rumah warga tanpa dasar hukum yang sah dan tanpa ganti rugi, perusakan tanaman produktif milik petani secara sepihak, penghancuran tanaman keras yang diduga bertujuan menghilangkan bukti historis kepemilikan lahan, pembangunan tembok isolasi tanpa izin resmi dari pemerintah, serta ancaman penggunaan alat berat untuk menggusur paksa lahan pertanian rakyat.
Lebih mencengangkan, saat diminta menunjukkan dokumen legalitas penguasaan tanah, pihak NDP tidak dapat menyodorkan: Sertifikat Hak Milik (SHM) atau dokumen kepemilikan resmi lainnya, Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) yang sah dan terdaftar di ATR/BPN, izin resmi pembangunan fisik (pagar atau tembok), bukti pembayaran pajak dan kewajiban negara, serta dokumen transparansi publik yang bisa diakses masyarakat.
NDP mengklaim memiliki HGU Nomor 3586, namun hingga kini tidak ada bukti bahwa 20 persen lahan telah dialokasikan untuk petani sebagaimana diatur dalam kebijakan reforma agraria nasional. Hal ini justru menimbulkan tanda tanya besar terhadap legalitas klaim yang mereka buat.
DPRD Kabupaten Deli Serdang bahkan menerima laporan terkait dugaan pemalsuan dokumen, seperti sertifikat HGU palsu, Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) palsu, dan Sertifikat Hak Milik (SHM) palsu. Dokumen-dokumen ini diduga diajukan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang tanpa proses hukum yang sah. Jika terbukti, maka pihak-pihak terkait bisa dijerat dengan sejumlah pasal berat, antara lain Pasal 263, 264, dan 266 KUHP tentang pemalsuan dokumen, serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Pasal 3, 4, dan 5.
Seorang petani terdampak, yang meminta identitasnya dirahasiakan demi keselamatan, menyampaikan keprihatinan mendalam:
“Kami seperti tak punya negara. Kami hanya bisa berdoa karena keadilan tak lagi berpihak. Kalau ini bukan mafia tanah, lalu apa?”
Pakar hukum menegaskan, penguasaan aset negara atau lahan rakyat tanpa Surat Keputusan (SK) Pelepasan Aset resmi dari instansi terkait adalah ilegal. Tanpa SK itu, setiap aktivitas korporasi di atas lahan bisa dikategorikan sebagai perampasan dan penyimpangan hukum yang serius.
(Wisnu Sembiring)