Senator Penrad Siagian Desak Negara Tegas Tangani Kasus GBKP Depok dan Retret Sukabumi

0
5

Jakarta | SuaraPrananta.com — Anggota Komite I DPD RI, Pdt. Penrad Siagian, menyesalkan tindakan intoleransi yang terjadi di dua lokasi berbeda: penolakan pembangunan Gereja GBKP Studio Alam di Depok dan perusakan rumah retret pelajar Kristen di Sukabumi, Jawa Barat.

Penrad menegaskan bahwa kebebasan beragama adalah hak konstitusional, sebagaimana diatur dalam Pasal 28E dan 29 UUD 1945, serta berbagai kovenan HAM yang telah diratifikasi Indonesia. “Ini hak asasi manusia yang tidak bisa dikurangi oleh siapa pun, termasuk negara,” tegasnya, Senin (7/7/2025).

Ia menyoroti regulasi yang dinilai menghambat kebebasan beragama, terutama PBM Nomor 8 dan 9 Tahun 2006, yang disebutnya perlu dikaji dan direvisi. “Regulasi diskriminatif inilah yang sering menjadi celah bagi praktik intoleransi,” ujarnya.

Terkait Gereja GBKP Depok, Penrad menegaskan bahwa pendirian tempat ibadah tersebut sudah sesuai prosedur dan mengantongi IMB. Ia telah berkomunikasi dengan pihak gereja dan akan mendorong koordinasi lintas lembaga agar proses pembangunan tetap berjalan.

Penrad juga mengkritik ketidakhadiran negara dalam menghadapi aksi intoleransi. Ia menilai, rencana penangguhan penahanan bagi pelaku perusakan rumah retret di Sukabumi oleh Kementerian HAM sebagai blunder dan bentuk ketidaknetralan negara. “Sudah jadi korban, malah rumah retret itu yang diawasi. Ini logika terbalik dan bentuk ketidakadilan,” katanya.

Lebih jauh, ia mendesak aparat keamanan agar mengusut tuntas kemungkinan adanya provokator dari luar daerah dalam kasus GBKP Depok. “Seringkali provokasi datang bukan dari warga lokal, tapi dari luar,” ungkapnya.

Senator asal Sumatera Utara ini meminta penegakan hukum dilakukan tanpa kompromi untuk memberi efek jera kepada kelompok-kelompok intoleran. “Jika tidak ditindak, ini akan jadi preseden buruk dan memberi legitimasi pada pelaku intoleransi di tempat lain,” tegas Penrad.

Ia pun mendorong pemerintah daerah dan aparat untuk aktif memberi edukasi pada masyarakat, serta menghormati prinsip negara hukum dan kesetaraan warga negara. “Kita bukan negara mayoritarianisme. Negara wajib hadir menjamin hak semua warga, tanpa pandang mayoritas atau minoritas,” pungkasnya.

(Mabhiring Gaul)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini