


Medan | SuaraPrananta.com – TKN Kompas Nusantara melayangkan ultimatum tegas kepada Wali Kota Medan. Mereka menuntut Pemerintah Kota segera menghentikan operasional kafe mewah yang diduga berdiri secara ilegal di atas lahan bekas Pasar Aksara Plaza. Jika tuntutan ini diabaikan, mereka mengancam akan menggerakkan rakyat.
.

Ketua Umum TKN Kompas Nusantara, Adi Warman Lubis, menyatakan bahwa bangunan kafe tersebut diduga tidak memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) maupun dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.

“Sejak awal pembangunan hingga selesai, tak pernah terlihat plang PBG di lokasi. Ini menimbulkan dugaan serius bahwa proyek tersebut diduga iilegal,” tegas Adi saat ditemui di Kantor TKN Kompas Nusantara, Sabtu (7/6/2025) di Medan.
Adi juga menilai Pemerintah Kota Medan dan DPRD telah gagal menjalankan fungsi pengawasan terhadap aset publik yang dikelola oleh PUD Pasar Kota Medan.
“Lahan itu milik Pemko. Tapi tiba-tiba muncul bangunan kafe mewah tanpa kejelasan izin. Kami mendesak DPRD menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan memanggil semua pihak — mulai dari mantan Dirut PUD Pasar, pejabat aktif, hingga pemilik usaha,” jelasnya.
Lebih lanjut, Adi menyindir janji Wali Kota Medan yang sebelumnya menyatakan akan mengevaluasi proyek tersebut.
“Hingga kini, tak ada langkah konkret. Bahkan teguran pun tidak pernah dikeluarkan. Ini bentuk pembiaran yang mencederai rasa keadilan,” katanya.
Jika tidak ada tindakan tegas dari Pemko maupun DPRD, Adi memastikan TKN Kompas Nusantara bersama para pedagang korban kebakaran Pasar Aksara siap turun ke jalan dalam aksi besar-besaran.
“Lebih dari 750 pedagang hidup dalam ketidakpastian. Mereka dipindah ke lokasi tak layak, kesulitan makan, dan tak mampu bayar retribusi. Tapi lahan mereka kini jadi tempat bisnis elite? Ini penghinaan terhadap rakyat kecil!” ujarnya penuh emosi.
Kenangan Kelam Aksara Plaza: Pedagang Tersingkir, Proyek Diduga Ilegal Dibiarkan
Peristiwa kebakaran hebat yang menghanguskan Pasar Aksara dan Buana Plaza Ramayana pada Selasa, 12 Juli 2016, pukul 11.30 WIB, menjadi luka lama yang belum sembuh bagi ribuan pedagang. Gedung enam lantai itu rata dengan tanah, menghancurkan mata pencaharian masyarakat kecil.
“Tak ada korban jiwa, tapi kerugiannya luar biasa besar. Harapan kami ikut terbakar,” tutur H. Pimpin Lubis, perwakilan pedagang eks Aksara.
Pimpin yang kini berdagang di area relokasi menuturkan kondisi pedagang semakin memprihatinkan.
“Dari 850 pedagang, tak sampai 10 persen yang masih bertahan. Silakan lihat langsung ke sana. Jangankan retribusi, makan saja susah,” keluhnya.
Ia mengecam kebijakan PUD Pasar yang diduga menyerahkan lahan eks Aksara ke pihak ketiga tanpa melibatkan korban kebakaran atau proses transparan.
“Kenapa tidak dibangun pasar rakyat? Kenapa malah jadi kafe elite? Ini bukan pembangunan, tapi bentuk penggusuran terselubung,” tegasnya.
Lebih jauh, Pimpin menduga ada keterlibatan oknum dalam kekuasaan yang meloloskan proyek tersebut.
“Pemilik kafe ini diduga orang dekat Pemko. Karena itu semuanya mulus. Tapi rakyat yang dulu jadi korban, sampai hari ini tetap dibiarkan,” ungkapnya.
“Kalau ini tak dihentikan, kami siap turun ke jalan bersama TKN Kompas. Rakyat tidak boleh terus jadi korban kekuasaan!” pungkasnya dengan nada bergetar.
(Wisnu Sembiring)