Aktivis Desak DPR Bongkar Dugaan Jual-Beli Lahan HGU PTPN di Sumut

0
37

Medan | SuaraPrananta.com – Sejumlah aktivis antikorupsi dan pemerhati lingkungan di Sumatera Utara mendesak Komisi VI DPR RI segera turun tangan mengusut dugaan penyimpangan pengelolaan lahan oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Mereka menilai telah terjadi praktik penyewaan hingga dugaan jual-beli lahan berstatus Hak Guna Usaha (HGU) yang melanggar hukum.

Koordinator Gerakan Rakyat Berantas Korupsi (Gerbrak) Sumut, Saharuddin, menyebut PTPN telah keluar dari fungsi utamanya sebagai perusahaan perkebunan dan diduga beralih menjadi pengelola properti. Salah satu indikasi penyimpangan itu terlihat dari ratusan hektar lahan yang kini dikuasai PT Ciputra Development Tbk, dan telah dibangun menjadi kawasan perumahan serta pertokoan mewah.

“Kami menduga ini bagian dari skandal besar. Jelas ada pelanggaran hukum dan potensi korupsi. Komisi VI DPR harus segera turun ke Sumut,” tegas Saharuddin, Kamis (3/4/2025).

Desakan juga disuarakan Walikota LIRA Kota Tebingtinggi Ratama Saragih, Ketua LKLH Sumut Indra Minka, dan Direktur MATA Pelayanan Publik Abyadi Siregar.

Dugaan Penyimpangan Serupa di Bogor

Sebelumnya, Komisi VI DPR RI telah mengungkap penyimpangan serupa di Puncak, Bogor. Dalam rapat dengar pendapat bersama PTPN pada 19 Maret 2025, terungkap bahwa 488 hektar dari total 1.623 hektar lahan HGU telah disewakan untuk vila dan tempat wisata. Hal ini dinilai sebagai bentuk penyalahgunaan aset negara dan merusak lingkungan.

Anggota Komisi VI, Rieke Diah Pitaloka, menegaskan bahwa PTPN harus kembali ke core business sebagai pengelola perkebunan, bukan perusahaan penyewa lahan.

Properti Mewah di Atas Lahan HGU

Di Sumut, praktik serupa diduga terjadi melalui proyek-proyek yang dikelola PT Nusantara Dua Propertindo, anak usaha PTPN, yang bermitra dengan PT Ciputra Development Tbk. Proyek-proyek tersebut antara lain CitraLand Gama City (Jalan Willem Iskandar), Jewel Garden (Jalan Metrologi), CitraLand City (Jalan Irian Barat), dan CitraLand Helvetia (Jalan Kapten Sumarsono), seluruhnya berada di wilayah Kabupaten Deliserdang.

Ribuan unit rumah dan ruko mewah telah dibangun di atas lahan yang awalnya merupakan HGU untuk perkebunan.

Diduga Langgar UU Agraria

Abyadi Siregar menegaskan bahwa penggunaan HGU untuk pembangunan properti bertentangan dengan UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, yang menyatakan HGU hanya dapat digunakan untuk kegiatan pertanian, perikanan, dan peternakan.

“HGU tidak boleh dipakai untuk proyek properti. Kalau sudah disalahgunakan, maka status hukumnya harus dicabut,” ujarnya.

Ia juga mengutip PP Nomor 18 Tahun 2021 yang memperkuat ketentuan bahwa penyalahgunaan HGU dapat dikenakan sanksi pencabutan hak.

Mafia Tanah dan Korupsi

Para aktivis juga menduga keterlibatan mafia tanah dan potensi aliran dana mencurigakan di balik perubahan fungsi lahan ini. Mereka menuntut keterlibatan aktif DPR RI, Kementerian ATR/BPN, dan aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dan menyelamatkan aset negara dari penyalahgunaan.

“Ada indikasi kuat praktik korupsi dalam proyek ini. Negara harus hadir, jangan biarkan aset negara dijual atas nama bisnis,” tegas Indra Minka.

(Fuad Helmy)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini