

Wartawan : Gayus Hutabarat
Medan | SuaraPrananta.com — Sidang lapangan atas gugatan revitalisasi Lapangan Merdeka Medan berlangsung di depan ikon kota tersebut, tepatnya di Jalan Balai Kota Medan, Jumat, 1 November 2024. Gugatan ini dilayangkan oleh Prof. Dr. Usman Pelly, MA, beserta Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) yang tergabung dalam Tim 7. Mereka melibatkan tokoh-tokoh seperti Ir. Burhan Batubara, Ir. Meuthia Fadila, M.Eng.Sc., Rizanul, dan Miduk Hutabarat, dengan pihak tergugat adalah Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia.
Ir. Burhan Batubara dari KMS Medan menyampaikan bahwa revitalisasi yang dilakukan Pemko Medan, dipimpin Wali Kota Bobby Nasution, telah berubah menjadi bentuk komersialisasi yang dinilai mencederai status cagar budaya Lapangan Merdeka. “Rencana pembangunan bioskop dan fasilitas komersial di sini tidak sesuai dengan esensi Lapangan Merdeka sebagai kawasan cagar budaya. Modernisasi boleh saja, tetapi prosedurnya harus jelas, dan publik serta DPRD Medan wajib dilibatkan,” ujarnya.
Burhan bahkan menuding revitalisasi ini hanyalah alibi untuk pembangunan baru yang mengancam keaslian cagar budaya Lapangan Merdeka. “Ini bukan revitalisasi, tapi proyek pembangunan baru yang mengaburkan identitas cagar budaya. Kami mengajukan gugatan agar Lapangan Merdeka tetap terjaga dari kerusakan komersial,” tegasnya.
Tidak hanya KMS yang melontarkan kritik, Pengamat Anggaran Elfanda Ananda turut mempertanyakan besarnya anggaran yang mencapai Rp 593,7 miliar. Menurut Elfanda, anggaran tersebut terasa ganjil mengingat pembongkaran Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) senilai Rp 37,5 miliar yang baru dibangun pada 2012 lalu. “Apakah ada tanggung jawab atas pembongkaran ini?” tanyanya kritis.
Sidang lapangan ini juga semakin menarik perhatian publik dengan kehadiran kelompok Teater Mata yang menampilkan aksi teater simbolik. Mereka menggambarkan Pemko Medan seolah bertindak seperti kolonial dalam mengabaikan warisan budaya kota demi proyek revitalisasi. Aksi ini seakan menunjukkan protes terhadap hilangnya nilai budaya yang terkandung di Lapangan Merdeka, ikon kebanggaan warga Medan.