


Kebangkitan PSMS Medan: Ketika Stadion Bukan Lagi Masalah, Lalu Apa Alasan Gagal?
Oleh: Redaksi SuaraPrananta.com
**Dodi Rikardo Sembiring Brahmana, S.Sos

Dukungan dua kepala daerah, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dan Wali Kota Medan Rico Waas, terhadap PSMS Medan bukan hanya isapan jempol. Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, klub kebanggaan warga Sumut ini akhirnya mendapatkan dukungan nyata dalam bentuk fasilitas — bukan sekadar janji dan nostalgia kejayaan masa lalu.

Stadion Teladan
Lima stadion disiapkan. Stadion Utama Sumut di Batang Kuis yang megah dan berstandar internasional bahkan disebut siap menjadi “kandang sementara” bagi Ayam Kinantan. Di saat bersamaan, proses renovasi Stadion Teladan — rumah historis PSMS — juga dikawal langsung oleh Pemko Medan agar segera bisa difungsikan kembali.
Pertanyaannya kini sederhana: Jika stadion bukan lagi masalah, lalu apa lagi alasan PSMS Medan gagal?
Infrastruktur Sudah Mendukung, Profesionalisme Harus Menyusul

Stadion Utama Sumut
Dalam konteks sepak bola modern, dukungan fasilitas adalah fondasi dasar. Tapi fondasi tidak akan menghasilkan pencapaian apa pun jika bangunan yang dibangun di atasnya rapuh. Klub ini harus mulai membenahi hal-hal mendasar lain: manajemen yang transparan, pembinaan pemain muda, dan pendekatan profesional dalam setiap lini pengelolaan.
Gubernur Bobby bahkan mengingatkan pentingnya tata kelola administrasi yang profesional. Ini peringatan yang seharusnya tak dianggap remeh. Berapa banyak klub di Indonesia yang hancur bukan karena kekurangan dana atau fasilitas, tapi karena internal yang karut-marut?
Kita tidak ingin PSMS menjadi bagian dari daftar panjang klub “bersejarah” yang hidup dari kenangan tanpa mampu menorehkan prestasi baru.
PSMS Harus Jadi Simbol Harga Diri Sumatera Utara
Ada hal yang lebih penting dari sekadar naik kasta ke Liga 1 — yakni mengembalikan martabat Sumatera Utara di panggung sepak bola nasional. PSMS bukan sekadar klub, ia simbol identitas dan harga diri masyarakat Medan dan sekitarnya.
Apalagi, dukungan dari pemerintah daerah bukan cuma bentuk kepedulian, tapi juga investasi sosial dan politik. Stadion yang ramai, klub yang berprestasi, dan fans yang kembali memenuhi tribun adalah modal sosial yang besar bagi stabilitas daerah.
Jadi jika hari ini PSMS gagal, itu bukan semata kekalahan sebuah tim, tapi tamparan terhadap komitmen dan kolaborasi semua pihak — manajemen, pemain, pemerintah, dan suporter.
Dukungan Sudah Datang, Kini Saatnya Menjawabnya dengan Prestasi
Kita tidak lagi bicara soal mimpi. Kita bicara soal peluang nyata. Semua dukungan sudah diletakkan di meja: stadion, perhatian kepala daerah, bahkan potensi publik yang rindu kejayaan. Kini beban ada di pundak PSMS sendiri: apakah akan bangkit, atau kembali gagal karena alasan yang sama — alasan yang tak lagi bisa diterima.
Liga 2 musim ini adalah ujian besar. PSMS tak bisa hanya tampil penuh semangat di awal lalu melempem di tengah jalan. Tidak cukup hanya mengganti pelatih dan pemain jika budaya profesional belum ditanamkan. Karena pada akhirnya, hanya tim dengan fondasi kuat dan komitmen jangka panjang yang akan bertahan — apalagi jika ingin kembali ke Liga 1 dan bertahan di sana.
(***)
Redaksi SuaraPrananta.com menerima tulisan opini dari pembaca. Opini adalah pandangan pribadi penulis dan tidak selalu mencerminkan sikap redaksi. Tulisan dapat dikirim melalui email redaksi disertai identitas penulis.
