Satgas Inti Prabowo Bongkar Dugaan Perusakan Hutan Teso Nilo oleh PT CSR, Desak Negara Bertindak Tegas

0
58

Medan | SuaraPrananta.com – Dugaan praktik kejahatan lingkungan kembali mencuat. Kali ini, Satgas Inti Prabowo (SIP) menyoroti dugaan kuat keterlibatan PT CSR dalam perambahan kawasan hutan lindung Teso Nilo, Riau, melalui modus pemanfaatan Koperasi Soko Jati sebagai kedok legalitas. Sekretaris SIP, Edison Marbun, menyebut tindakan ini sebagai bentuk kejahatan yang terstruktur dan sistematis.

“Ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, tapi sudah masuk ke ranah pelecehan terhadap kedaulatan negara. Jika benar PT CSR berlindung di balik nama koperasi, maka ini bentuk nyata dari pemanfaatan kelembagaan rakyat untuk menyamarkan kejahatan lingkungan,” tegas Edison, Sabtu malam (14/6/2025).

Lebih lanjut, Edison menilai bahwa praktik seperti ini lahir dari pembiaran sistemik yang mengundang korporasi untuk menunggangi kelemahan regulasi dan lemahnya pengawasan, sekaligus menunjukkan lemahnya kehadiran negara di lapangan.

Satgas Inti Prabowo Siap Tempuh Jalur Hukum, Seret ke KPK dan KLHK

Tidak berhenti pada kecaman, SIP berkomitmen membawa persoalan ini ke ranah hukum. Dalam waktu dekat, mereka akan melaporkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Kepolisian RI. Laporan tersebut mencakup investigasi mendalam terhadap legalitas HGU PT CSR, status izin operasional Koperasi Soko Jati, hingga dugaan aliran gratifikasi kepada oknum pejabat.

Tak hanya itu, SIP juga menuntut pembekuan seluruh izin perusahaan yang terlibat, penyitaan hasil perkebunan ilegal, serta langkah-langkah konkret untuk pemulihan ekologis di kawasan terdampak.

HGU Bukan Tembok Impunitas: PT CSR Terancam Jerat Pidana Lingkungan

Edison mengingatkan, keberadaan Hak Guna Usaha (HGU) tidak otomatis melegalkan praktik yang merusak lingkungan. Setiap pemilik HGU tetap wajib memiliki AMDAL atau dokumen UKL/UPL yang sah dan menjalankan kewajiban pemantauan dampak secara berkala. Jika tidak, maka ancaman pidana pun menanti.

“Tanpa dokumen lingkungan, pelaku dapat dijerat Pasal 109 UU No. 32 Tahun 2009, dengan ancaman pidana hingga 3 tahun penjara dan denda Rp3 miliar,” jelas Edison. Bahkan, jika ditemukan unsur perusakan hutan lindung, sanksi bisa jauh lebih berat dengan ancaman hingga 15 tahun penjara dan denda Rp100 miliar sesuai UU No. 18 Tahun 2013.

Dorongan SIP: Cabut Izin, Gugat PTUN, dan Usut Gratifikasi

Sejumlah langkah konkret diusulkan Satgas Inti Prabowo. Di antaranya:

Pencabutan Hak Guna Usaha oleh Kementerian ATR/BPN

Pelaporan dugaan gratifikasi ke KPK dan Kejaksaan

Pengajuan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika penerbitan izin terbukti cacat prosedur atau tanpa dokumen lingkungan

Langkah ini, menurut SIP, merupakan bagian dari upaya memastikan bahwa hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, termasuk terhadap korporasi besar yang terbiasa bermain di zona abu-abu regulasi.

DPRD Riau Diminta Gelar RDP: Bongkar Dugaan Kongkalikong

Sebagai bentuk kontrol publik dan transparansi, SIP juga mendesak DPRD Provinsi Riau segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan melibatkan dinas terkait, tokoh masyarakat, dan lembaga pengawas lingkungan hidup. Tujuannya: menggali kemungkinan keterlibatan oknum pejabat lokal dalam meloloskan izin atau membiarkan praktik perusakan lingkungan ini terjadi.

“Negara harus menunjukkan bahwa kekuatan hukum tidak tunduk pada kekuatan modal. Bila kita diam, kerusakan ini akan jadi warisan pahit bagi generasi mendatang,” pungkas Edison Marbun.

(Tim)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini