


Medan | SuaraPrananta.com – Polemik penyewaan lahan eks Pasar Aksara yang terbakar pada 2016 lalu kembali mengemuka setelah berdirinya bangunan kafe dan restoran di lokasi tersebut. Diduga kuat, lahan milik Pemerintah Kota (Pemko) Medan yang dikelola oleh PUD Pasar telah disewakan kepada pihak ketiga tanpa melalui prosedur resmi, dan tanpa mengantongi izin-izin seperti Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) maupun AMDAL sejak awal proses pembangunan.
Ironisnya, bangunan tersebut sudah rampung dan siap diresmikan sebelum izin resmi baru diterbitkan pada 4 Juni 2025.
Fakta ini mencuat setelah Dewan Pimpinan Pusat (DPP) TKN Kompas Nusantara, di bawah komando Adi Warman Lubis, melayangkan kritik tajam terhadap pembangunan tersebut. Gerakan kontrol sosial yang dilancarkan oleh TKN Kompas diduga berhasil menarik perhatian publik dan mendorong pihak pengelola untuk mulai mengurus legalitas secara terbuka.
“Kami sudah curiga sejak awal. Pembangunannya jalan terus tanpa papan proyek, tanpa sosialisasi. Tapi begitu TKN Kompas Nusantara angkat suara dan menyoroti pelanggaran ini, izin tiba-tiba muncul,” ujar Adi Warman Lubis pada Selasa, 10 Juni 2025 di Kantornya Jalan Prof. H. M Yamin, S. H depan Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan.
Berdasarkan data resmi, izin PBG untuk bangunan tersebut baru dikeluarkan pada 4 Juni 2025 atas nama Tengku Ma’moon Al-Rasjid, warga Jalan Jenderal Sudirman No.
566, Dusun XII, Kelurahan Tanjung Jati, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat. Lokasi bangunan sendiri terletak di sudut Jalan Aksara dan Jalan Prof. H.M. Yamin, Kelurahan Bantan, Kecamatan Medan Tembung, dengan klasifikasi “Rumah Minum/Kafe” satu lantai, sesuai dengan dokumen SK-PBG-127114-04062025-015.
Adi Warman mengecam lemahnya pengawasan dari pihak pemerintah daerah, khususnya Dinas Perizinan dan instansi pengelola aset publik, yang diduga lalai mengawasi proses pembangunan di atas lahan strategis milik Pemko Medan.
“Kalau izinnya baru keluar setelah kami recokki, berarti selama ini ada pembiaran. Ini bukan soal sepele. Lahan eks Aksara adalah aset publik yang seharusnya dikelola secara terbuka, bukan dijadikan ladang bisnis tertutup segelintir orang,” tegasnya.
TKN Kompas mempertanyakan mengapa proyek tersebut bisa berjalan mulus tanpa dokumen legal yang diumumkan sejak awal. Mereka menilai Pemko Medan seharusnya tidak hanya menjatuhkan sanksi administratif, tetapi juga melakukan evaluasi total terhadap proses penyewaan, pengawasan, dan tata kelola aset yang berada di bawah PUD Pasar.
“Lahan bekas pasar Aksara seharusnya dibangun kembali sebagai pasar rakyat, bukan malah dialihfungsikan menjadi kafe pribadi demi kepentingan kelompok tertentu. Ini menyangkut hak masyarakat, sumber PAD, dan kepercayaan publik,” tegas Adi Warman.
Menurut informasi yang diterima, nilai sewa lahan yang diterapkan terhadap pengelola disebut-sebut cukup fantastis. Oleh sebab itu, TKN Kompas mendesak Komisi III DPRD Kota Medan untuk segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan memanggil semua pihak terkait, termasuk mantan Dirut PD Pasar, Plt. Dirut PUD Pasar Medan, Imam Abdul Hadi saat ini, serta pihak pengelola.
“Harus jelas: berapa lama durasi sewanya? Berapa nilai sewanya? Dan kemana aliran uang sewa itu masuk? Semua harus transparan agar masyarakat tidak merasa dibohongi,” tambahnya.
DPP TKN Kompas Nusantara menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan terang-benderang. Jika tidak ada langkah tegas dari Pemko Medan dan DPRD Kota Medan, mereka siap menggelar aksi damai jilid kedua bersama masyarakat dengan jumlah massa yang lebih besar.
“Kami tidak ingin aset Pemko Medan dijadikan ajang kepentingan pribadi. Jika masalah ini tidak diselesaikan secara transparan, maka kami siap turun lagi bersama masyarakat untuk menuntut keadilan,” tegasnya.
(Wisnu Sembiring)