Bangunan Ilegal Marak, DPP TKN Kompas Nusantara Tagih Tanggung Jawab DPRD Medan

0
106

Medan | SuaraPrananta.com – Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Swadaya Masyarakat Tim Kenziro Kompas Nusantara (DPP TKN Kompas Nusantara) resmi melayangkan surat permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP) kepada DPRD Kota Medan terkait maraknya bangunan ilegal dan dugaan penyalahgunaan aset Pemerintah Kota Medan. Surat permohonan bernomor 0147/TKN-RDP/V/2025 tertanggal 30 April 2025 itu ditujukan langsung kepada Ketua DPRD Medan, Drs. Wong Chun Sen, M.Pd.B.

Ketua Umum DPP TKN Kompas Nusantara, Adi Warman Lubis, menegaskan bahwa kondisi yang terjadi saat ini mengindikasikan adanya pembiaran sistemik terhadap pelanggaran tata ruang dan prosedur perizinan bangunan. Ia menyebut, peran Komisi III dan Komisi IV DPRD Medan perlu dikritisi secara serius.

“Yang menjadi sorotan tajam bukan hanya lemahnya pengawasan dari instansi teknis, tetapi juga mandulnya fungsi kontrol legislatif. Komisi III DPRD Medan seolah tertidur dalam pengawasan aset Pemko Medan, sementara Komisi IV justru gagal memantau pelaksanaan PBG yang tidak sesuai prosedur,” ujar Adi Warman, Sabtu pagi (14/6/2025) di Kantor DPP TKN Kompas Nusantara, Jalan Prof. H.M. Yamin, Medan.

Menurutnya, pembangunan gedung tanpa izin terus menjamur di berbagai sudut kota. Hal ini tidak hanya merusak tatanan kota dan membahayakan keselamatan warga, tetapi juga menggerus potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor retribusi yang hilang akibat ketidaktertiban administrasi.

“Publik hari ini bertanya-tanya: ke mana Komisi III dan Komisi IV selama ini? Suara mereka nyaris tak terdengar. Padahal, dua komisi ini memegang kunci pengawasan atas aset dan kebijakan teknis pembangunan di kota ini,” ungkapnya.

DPP TKN Kompas Nusantara mengingatkan bahwa diamnya legislatif adalah cermin lemahnya komitmen terhadap amanat konstitusi dan prinsip transparansi anggaran. Jika tak dikoreksi, kerugian jangka panjang akan makin besar—baik dari sisi keuangan daerah, maupun dari sisi legitimasi hukum pemerintah.

Adi Warman menegaskan bahwa pelaksanaan RDP yang mereka desak bukan untuk mencari sensasi, melainkan mendorong langkah evaluatif yang konkret. Ia mengingatkan, forum ini harus menjadi momen koreksi menyeluruh terhadap fungsi pengawasan DPRD yang selama ini dianggap lemah.

“RDP ini jangan sampai hanya jadi seremoni politik. Harus jadi panggung evaluasi menyeluruh agar ke depan tidak ada lagi ruang pembiaran terhadap pelanggaran,” tegasnya.

Dalam permohonan RDP, DPP TKN Kompas Nusantara juga mendesak agar sejumlah instansi teknis dihadirkan, seperti Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), Dinas Cipta Karya, dan Satpol PP Kota Medan. Ketiganya dianggap memiliki tanggung jawab langsung atas perizinan, pengawasan, dan penindakan.

“Langkah ini kami ambil demi mendorong transparansi, akuntabilitas, dan supremasi hukum dalam pengelolaan pembangunan di Kota Medan,” ujarnya.

Terkhusus persoalan aset milik Pemerintah Kota Medan yang diberikan hak kelola kepada PUD Pasar—yakni lahan eks Pasar Aksara yang sempat terbakar dan kini disulap menjadi kafe mewah—menjadi perhatian serius. Adi Warman menegaskan bahwa Komisi III DPRD Medan harus memanggil semua pihak yang terlibat dalam proses alih fungsi dan pemanfaatan lahan tersebut.

Pihak-pihak yang disebut harus dipanggil antara lain mantan Direktur Utama PUD Pasar, Pejabat (Pj) Dirut PUD Pasar saat ini, pengembang yang menyulap lahan menjadi kafe, serta seluruh pihak terkait lainnya.

“Dalam RDP nanti harus dibuka secara terang-benderang: bagaimana prosedur peralihan hak sewa kelola dilakukan, berapa nilai sewa yang dibayar pihak pengembang, berapa lama masa sewa diberikan, dan yang paling penting—ke mana larinya uang hasil sewa tersebut. Ini harus dibongkar secara transparan agar tidak menimbulkan asumsi negatif di tengah masyarakat,” tegas Adi Warman.

Menutup pernyataannya, Adi Warman mengingatkan agar DPRD Medan, terutama Komisi III dan IV, tidak larut dalam peran pasif yang hanya menyetujui kebijakan eksekutif tanpa fungsi pengawasan yang tegas.

“Wakil rakyat harus kembali ke peran sejatinya—mengawasi, mengontrol, dan berpihak pada kepentingan publik, bukan kepentingan segelintir oknum,” katanya.

“Jika RDP ini tak ditanggapi serius, publik akan menilai sendiri: siapa yang benar-benar membela hukum, dan siapa yang nyaman dalam pembiaran demi kepentingan sesaat,” pungkas Adi Warman.

(Krisna Prananta)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini