

Deli Serdang | SuaraPrananta.com – Aroma dugaan pelanggaran serius menguar dari sebuah pabrik sarang telur di Jalan Percobaan, Desa Tanjung Selamat, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Pabrik tersebut disinyalir kuat tak mengantongi izin lingkungan (IL), tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL), serta diduga membuang limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) secara sembarangan.

Lebih parahnya, ketika awak media hendak menyampaikan surat konfirmasi kepada pihak manajemen—yang disebut bernama Darius—mereka justru dihadang dan dipersulit oleh pihak keamanan pabrik. Awak media diminta terlebih dahulu mendapatkan “restu” dari Kepala Desa, lengkap dengan stempel resmi.
“Kalau mau masukkan surat, harus lewat Kepala Desa dulu, harus distempel. Itu perintah dari Pak Darius,” kata seorang pekerja yang berjaga bersama security, dengan nada tinggi dan sikap yang dinilai arogan.
Sikap tersebut memunculkan pertanyaan serius: mengapa surat untuk perusahaan swasta harus melalui Kepala Desa? Ada hubungan apa?
Merasa tidak masuk akal, awak media langsung menyambangi kantor Kepala Desa Tanjung Selamat. Namun Kepala Desa tidak berada di tempat. Saat dikonfirmasi kepada beberapa aparat desa, mereka justru meradang dan membantah keras keterlibatan pihak desa.
“Itu bukan urusan kami! Jangan libatkan desa dalam soal pabrik itu!” ucap salah satu petugas desa dengan nada geram.
Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa pabrik sarang telur tersebut sudah berulang kali dilaporkan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Deli Serdang terkait dugaan pencemaran dan pelanggaran izin. Namun, hingga berita ini diturunkan, tidak ada tanda-tanda tindakan nyata dari pihak dinas.
Ada apa dengan DLH Deli Serdang? Benarkah praktik pembiaran sedang terjadi?
Warga sekitar dan aktivis lingkungan mendesak aparat penegak hukum serta DLH untuk segera turun tangan. Mereka menilai pembiaran ini bisa menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum lingkungan dan berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat di sekitar lokasi.
“Kalau tidak punya izin, tidak punya IPAL, buang limbah sembarangan—harusnya ditutup, bukan malah diberi ruang untuk beroperasi!” tegas seorang warga yang enggan disebut namanya.
Kasus ini patut menjadi perhatian serius. Bila aparat dan instansi terkait terus bungkam, bukan tak mungkin masyarakat akan turun langsung menuntut keadilan.
Wisnu