

Langkat | SuaraPrananta.com — Upaya menanamkan kecintaan generasi muda terhadap budaya lokal terus dilakukan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Langkat. Salah satu program unggulan yang kini digelar adalah pelatihan Belajar Bersama Membuat Tanjak, yang menyasar pelajar SLTA sederajat. Kegiatan edukatif ini berlangsung di Museum Daerah Kabupaten Langkat, Gedung Kerapatan Kesultanan Langkat, sejak Selasa, 6 Mei 2025, dan dijadwalkan berlangsung dalam empat pertemuan.

Ketua Panitia, Hemat Simbolon, S.Sos., menjelaskan bahwa pelatihan ini tidak hanya sekadar mengajarkan teknik membuat tanjak — simbol kehormatan khas Melayu — tetapi juga memperkenalkan nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. “Tanjak adalah lambang harga diri dan identitas budaya Melayu. Lewat kegiatan ini, kita ingin generasi muda tidak sekadar tahu, tapi juga memahami dan merasa memiliki,” ujarnya.
Kegiatan ini menjadi bentuk konkret revitalisasi peran museum sebagai pusat pembelajaran budaya yang aktif dan kontekstual. Hemat menyebutkan, banyak pelajar yang awalnya tidak familiar dengan museum, kini melihatnya sebagai tempat yang menyenangkan untuk belajar.
Pelatihan ini dijalankan sesuai dengan amanat berbagai regulasi seperti UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, dan PP No. 66 Tahun 2015 tentang Museum. Dukungan anggaran berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik Tahun Anggaran 2025, melalui Keputusan Menteri Kebudayaan Nomor 130/P/2025.
Hadir sebagai pemateri utama, Hj. Asbah Rosidah Yusra — pemerhati budaya Melayu yang dikenal konsisten melestarikan tradisi — membimbing peserta dengan pendekatan interaktif, menggabungkan penjelasan teoritis dan praktik langsung. Pelajar terlihat antusias mencoba berbagai bentuk tanjak sambil menyimak filosofi di balik bentuk dan lilitannya.
Kepala Disbudpar Langkat, Maartina, SH., M.M., yang turut membuka kegiatan ini menegaskan bahwa pelestarian budaya harus dimulai dari usia muda. “Tanjak bukan hanya produk budaya, tapi simbol identitas dan martabat Melayu yang harus dijaga dan diwariskan,” katanya.
Lebih dari sekadar pelestarian budaya, Maartina juga melihat peluang ekonomi dari keterampilan membuat tanjak. “Jika ditekuni, ini bisa menjadi usaha kreatif yang menjanjikan. Budaya dan ekonomi bisa berjalan seiring,” tambahnya.
Disbudpar Langkat menargetkan program serupa bisa dilanjutkan di masa mendatang dan dijadikan model di berbagai sekolah dan komunitas, guna memperkuat rasa bangga terhadap budaya lokal di tengah tantangan globalisasi.
Dodi Geber