Banjir Bandang Parapat, Penrad Siagian Minta Aparat Usut Dugaan Illegal Logging

0
190

Jakarta | SuaraPrananta.com – Banjir bandang kembali melanda kawasan wisata Parapat, tepatnya di Jalan Sisingamangaraja, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara, pada Minggu, 16 Maret 2025, sekitar pukul 17.00 WIB. Derasnya aliran lumpur dan batu dari Sungai Batu Gaga membuat sejumlah kendaraan terjebak dan menyebabkan kerusakan pada bangunan, termasuk Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Parapat yang ikut terendam.

Menanggapi kejadian ini, Anggota DPD RI, Pdt. Penrad Siagian, menyoroti dugaan kuat bahwa bencana ini dipicu oleh maraknya penebangan liar (illegal logging) dan aktivitas perkebunan eukaliptus oleh PT Toba Pulp Lestari (TPL) di sekitar Kawasan Danau Toba (KDT).

“Hutan yang gundul akibat penebangan liar menyebabkan struktur tanah menjadi longgar dan kehilangan daerah resapan air. Bagaimana mungkin daerah dataran tinggi bisa mengalami banjir bandang seperti ini jika bukan karena kerusakan lingkungan?” ujar Penrad dalam keterangannya, Senin, 17 Maret 2025.

Dugaan Illegal Logging Berkedok Konsesi

Penrad juga menyoroti ketidaktransparanan batas konsesi PT TPL. Ia menduga ada praktik illegal logging yang berkedok izin konsesi perusahaan.

“Konsesi PT TPL yang tidak jelas batas-batasnya patut dicurigai sebagai modus illegal logging. Ini harus diusut tuntas oleh pihak berwenang!” tegasnya.

Ia pun mendesak kepala daerah dan aparat penegak hukum di Kawasan Danau Toba untuk mengambil sikap tegas terhadap praktik illegal logging yang semakin merajalela.

“Jika hutan terus dirusak, kota-kota satelit seperti Pematangsiantar, Dairi, dan Toba akan mengalami banjir kiriman dari perbukitan yang sudah gundul,” lanjutnya.

Bencana Berulang, Pemerintah Diminta Bertindak Tegas

Penrad mengingatkan bahwa peristiwa serupa pernah terjadi sebelumnya. Pada 1 Desember 2024, banjir bandang dan longsor melanda Desa Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan. Akibatnya, 12 orang dinyatakan hilang, dan hanya dua korban yang ditemukan dalam kondisi meninggal setelah enam hari pencarian.

Saat itu, tim investigasi Pemerintah Provinsi Sumatra Utara menemukan indikasi perambahan hutan (illegal logging) pasca-bencana di Desa Simangulampe. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa kerusakan lingkungan menjadi faktor utama penyebab bencana di kawasan ini.

“Ini bukan hanya soal luas konsesi, tetapi batas-batasnya yang tidak jelas. Jangan sampai konsesi menjadi kedok untuk merusak hutan di Kawasan Danau Toba!” tegas Penrad.

Ia berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret dalam mengatasi perusakan lingkungan agar bencana serupa tidak terus berulang di masa depan.

Mabhirink Gaul

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini